Aku memang bukan anak
yang lahir dari golongan darah biru. Aku hanya anak yang lahir dari seorang
wanita paruh baya yang hidup di desa terpencil disudut terkecil pulau jawa yang
mungkin tidak terdeteksi jika dilihat di peta Indonesia.
Ketika aku melihat ibuku baru datang
dari sawah, aku selalu berkata “Ibu terlihat lelah, aku akan memijit punggung
ibu”
Ketika aku melihat ibuku di dapur,
aku selalu berkata “Apa ibu kekurangan bahan masakan, aku akan membelikannya di
warung sebelah”
Ketika aku melihat ibu membungkus
kue, aku selalu berkata “Ibu percaya kan aku jago matematika, aku akan
menghitung semua kue yang ibu bungkus, jadi ibu tidak perlu susah-susah
menghitung semua kue ini.”
Ketika aku melihat ibu termenung,
aku selalu berkata “Aku sudah belajar membuat teh yang enak dari mbak Ijah, aku
akan membuatkannya untuk ibu”
Aku
senang membantu ibuku. Satu hal yang membuat aku selalu ingin membantu ibuku.
Ketika ibu mengeluarkan uang kertas dari saku tuanya yang selalu ia bawa.
Jantungku selalu deg degan ketika ibu hendak memberiku uang, aku selalu
berharap uang kertas yang ibu keluarkan. Bukan uang receh karena uang receh
ibuku tidak wangi melati.
Aku senang
mendapatkan uang kertas dari ibuku. Aku menyukai bau khas uang itu. Wangi
melati. Uang kertas yang diberikan ibuku berbeda dengan uang kertas yang
diberikan mang Ucup ataupun mak Iyem. Aku pernah membantu mak Iyem dan berharap
ketika mak Iyem mengeluarkan uang kertas, uang itu sama dengan uang kertas ibuku.
Ternyata uang dari mak iyem baunya tidak sewangi uang pemberian ibuku.
Aku tidak tahu bagaimana uang kertas
bisa memikat hatiku. Aku selalu ingin mencium aroma uang itu. Sama seperti aku
selalu suka aroma baju Ibuku.
Pernah suatu hari ibuku ke sawah dan
aku pergi ke pasar hendak membeli melati dan menaruhnya di dalam tempat
uang-uangku, sehari aku menciumnya, baunya masih biasa, dua hari baunya masih
tetap, tiga hari baunya masih bau melati biasa tidak sama dengan wangi uang
kertas dari ibuku.
Aku berniat melihat isi dalam
kantong uang ibuku, tapi kantong itu selalu di bawa kemanapun ibuku pergi.
Aku tidak mau mempergunakan uang itu
untuk membeli jajan
Aku selalu mengagumi ibuku. Segala
tentang ibuku.
“Apa
ibu suka bunga lain selain melati?” tanpa menjawab Ibu tersenyum
“Apa
aku boleh tau bunga apa itu bu?” lagi-lagi Ibuhanya mengukir senyum
“Apa
ibu juga tahu kalau aku menyukai uang kertas/selalu ingin mendapatkan uang dari
ibu?”
Dan ibuku
menjawab “uang adalah uang, melati adalah melati”
“Apa aku boleh
melihat kantong ibu?”
“Uang
itu harum bukan dari bunga melati yang ibu taruh di kantong, tapi dari
kebahagianmu ketika mendapatkan uang itu. Wangi itu berasal dari rasa bahagiamu
setelah membantu orang.