Cewek
XL
Lagi-lagi
harus melihat rumah baru, tetangga baru, sekolah baru, dan tentunya teman baru.
Tidak terasa aku sudah melalui hal itu selama bertahun-tahun. Ketika umurku
genap 6 tahun, mama dan papa pindah dari Jakarta ke Bandung lalu ke kota
pahlawan, Surabaya. Kemudian dari Surabaya ke Filipina. Dan sekarang aku sudah
kembali lagi ke kota kelahiranku, Jakarta. Bayangkan betapa lelahnya menjalani
hidup seperti itu. Tahun ini gara-gara pola hidupku yang nomaden, aku harus
menjadi murid pindahan di tahun ke dua SMA di Jakarta. Sebelumnya aku sempat
bersekolah setahun di Filipina. Kali ini, aku sudah bertekat tidak akan mencari
teman lagi, karena berdasarkan pengalamanku, selalu berakhir dengan perpisahan
dengan alasan yang sama, pindah rumah.
Hari
pertama di sekolah baru seperti yang kurasakan sebelum-sebelumnya, berkenalan
di depan kelas, menyebutkan nama, alasan kepindahan, dan dulu pindahan dari
sekolah mana. Aku yakin seyakin-yakinnya setelah bel istirahat bakal banyak
cewek mendekatiku, menunjukkan perhatiannya dengan mengajak ke kantin,
melihat-lihat sekeliling sekolah, dan ujung-ujungnya meminta nomor Hp. Feliz
punya korek api? punya sarung tangan? tapi kalau nomor Hp pasti punya dong……Aish,
aku berharap cewek-cewek seperti itu segera pergi dari hadapanku. Tetapi kalau
bukan mereka, kepada siapa lagi aku meminta bantuan mengenai buku-buku panduan,
catatan sebelumnya dan hal lainnya, aku kan murid baru. Sepertinya,
untuk sementara ini aku membutuhkan mereka tetap berada di sisiku. “Feliz, mau nggak
ntar malam kita jalan-jalan? aku tahu tempat hangout yang seru loh….,”
Kalau dihitung baru 3 jam aku berada di sekolah, sudah ratusan cewek mengajakku
jalan. Nggak bermaksud hiperbola, tapi memang lebih dari hitungan jari
tangan.
Jika diperhatikan, cewek Indonesia tidak
kalah cantiknya dengan cewek luar negeri, kulit mereka yang sawo matang
terlihat lebih alami. Tetapi bagiku itu bukan faktor utama, yang terpenting
adalah kedalaman hatinya, hehe. Sedalam apa ia memaknai suatu hubungan. Sejauh
ini aku belum pernah tertarik untuk membangun hubungan percintaan alias pacaran
kecuali rasa kagum. Sejujurnya aku bingung memaknai perasaanku sendiri, rasa
kagumkah atau cintakah karena keduanya beda tipis.
*****
“Bruuuakk!!,” tiba-tiba saja dari arah
belakang ada cewek gendut menubrukku. Aku membantunya memunguti barang-barangnya
yang jatuh. Dengan tingkahnya yang aneh dan suaranya yang gemetaran ia berkata
“Emm semua ini, ini semua untukmu……,” belum sempat aku mencerna maksud
perkataanya, cewek gendut itu sudah hilang entah kemana. Secepat kilat dia
berlari. Dia tidak bilang dari siapa saja barang sebanyak ini, kado, bunga,
surat. Dasar cewek gemuk aneh, celetukku spontan dalam hati.
*****
“Kemarin
sudah terima kado-kado dari kami kan?” ternyata barang-barang yang kemarin
diberikan cewek gemuk padaku adalah pemberian dari beberapa penggemarku di sekolah
sebagai hadiah ulang tahunku. Mereka sengaja menyuruh cewek gemuk itu.
Benar-benar dahsyat para cewek di sekolahku ini, dari mana mereka tahu tanggal
lahirku.
“Aku
sudah menerimanya kok, terima kasih atas sanjungan dan perhatian kalian.”
“Syukurlah,
awalnya kami khawatir cewek XL itu tidak akan memberikannya padamu.”
“Cewek
XL?”
“Kami
semua memanggilnya cewek XL karena ukuran bajunya XL (Ekstra Large), tubuhnya
sangat gemuk untuk ukuran cewek di sekolah ini.”
“Ngomong-ngomong
kado dari siapa yang paling kamu suka Fel?”
“Aku
suka semua kado dari kalian, tapi ada satu kado yang membuatku terkesan.”
“Kado
dari siapa? isinya apa?”
“Sebuah
kado berisi jangkrik dengan inisial B, tapi sayang aku tidak bisa mengurung
jangkrik itu lebih dari sehari.” Beberapa cewek yang duduk di sampingku
penasaran siapa pemiliki kado itu, mereka merasa tidak ada yang mengirim kado
berisi jangkrik. Kebanyakan mereka mengaku memberi coklat, bunga, dan jam
tangan. Kalau cewek-cewek itu saja nggak tahu siapa pengirim kado itu,
apalagi aku. Siapapun mengirim kado itu, aku sangat berterima kasih karena ia
mengingatkanku akan kenangan lamaku.
*****
“Apa
benar kamu akan ikut mencalonkan sebagai ketua Osis Fel?.” Sejujurnya sich aku
masih ragu dengan jawabanku sendiri.
“Dengan kepopuleranmu, kursi ketua Osis akan
dengan mudah kau duduki Fel. Kami semua yakin kamu pasti menang.” Dalam hatiku,
bukan itu alasan utama aku ingin mencalonkan diri sebagai ketua Osis. Mungkin
dengan aku bisa menjadi ketua Osis, Papa dan Mama akan berpikir ulang untuk
pindah rumah lagi, paling tidak menetap lebih lama dari sebelumnya. Dan memang
benar dugaan teman-teman, dengan gampangnya jabatan ketua Osis bisa aku
sandang. Mengetahui hal itu, mama dan papa tidaklah bangga atau sekadar
memberikan ucapan selamat, mereka tetap sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Sudah setahun aku menjadi ketua Osis,
dan sekarang aku sudah kelas 3 SMA. Aku nggak nyangka bisa bertahan lama
di sekolah. Bermacam-macam kegiatan Osis telah berjalan dengan sukses, aku
sering menghabiskan waktu di sekolah, mengatur rapat dan mengadakan berbagai
kegiatan positif. Pada suatu hari, ketika aku hendak pergi ke sekolah, aku
melihat cewek XL berjalan sendiri menuju sekolah, aku memberinya tumpangan, aku
hendak menanyakan sesuatu kepadanya tentang hal-hal yang mengganjal pikiranku
selama setahun lalu. Tetapi hanya satu informasi yang aku dapat darinya ‘Ayahnya
sedang sakit’. Banyak hal yang sebenarnya ingin aku tanyakan. Kamu asli orang Jakarta?
dulu pernah tinggal di kota lain nggak? apa kamu yang memberiku hadiah
jangkrik saat ultahku?, dan tentunya namamu siapa?. Sudah setahun lebih aku
mengenalnya tapi tidak tahu nama aslinya karena dia tidak sekelas denganku. Teman-teman
pun tidak ada yang memanggil nama aslinya. Belum sampai di depan gerbang
sekolah ia sudah meminta turun, terburu-buru ia berlari, lagi-lagi dengan gaya
khas mengusap alis tebalnya, kebiasaan yang mengingatkanku pada teman masa
kecilku.
“Feliz,
kita ke kantin bareng yuuk….” Lagi dan lagi cewek-cewek di sekolahku selalu
berebut mengajakku ke kantin. Bermacam cara mereka lakukan. Setahun lebih
terlewati, aku masih belum menemukan cewek yang aku suka. Selama ini banyak
cewek mempertanyakan statusku, in relationship atau single. Dibilang
berpacaran tapi selalu sendiri, dibilang jomblo tapi selalu menolak ribuan
cewek yang menembak. Itulah yang dikatakan cewek-cewek padaku. Entah kenapa
hari ini aku malas ke kantin, sepertinya aku harus menyendiri, menenangkan
pikiranku yang kalut, menghirup udara segar di taman sekolah akan jauh lebih
baik daripada ke kantin.
Di
taman aku melihat cewek XL. Aku mendekatinya. Ia nampak grogi, ia mengusap
alisnya beberapa kali. “Kenapa kamu tidak ke kantin?” ia hanya menjawab “aku
lebih suka kue Bolu ini daripada bakso ataupun mie ayam” sambil sesekali ia
menggigit kue Bolu yang dari tadi sudah di pegangnya. Kemudian ia menawariku
satu kue Bolunya. Aku pun menerimanya dengan senang hati. “Aku juga suka kue
Bolu” jawabku. Saat itu aku memang tidak bertanya apa-apa pada cewek XL.
Rasanya duduk dan memakan kue Bolu bersama sudah membuatku melupakan rasa
penasaranku padanya. Meski aku belum sepenuhnya yakin apakah ia Si kue Bolu
yang aku cari. Teman masa kecilku, Si kue Bolu aku memanggilnya karena badannya
yang gemuk seperti kue Bolu. Aku bertemu dengannya saat pindah ke Surabaya,
umurku baru 9 tahun. Dia begitu pemberani. Saat segerombolan anak laki-laki
termasuk aku sedang mengadu jangkrik di halaman rumah, dengan badannya yang
besar, ia membubarkan permainan adu jangkrik. Ia bilang bahwa itu tidak baik,
apalagi sampai membiarkan jangkrik mati saat beradu. Ia kemudian menceritakan
pada kami, anak laki-laki tentang sebuah kisah ibu Jangkrik dengan sembilan
anaknya. Saat itu kami semua kagum akan cerita Si kue Bolu. Ia bilang jangan
mengurung jangkrik lebih dari sehari, karena siapa tahu Jangkrik yang kamu
kurung adalah satu dari sembilan anak ibu Jangkrik. Ia pandai bercerita. Sampai
saat ini aku masih dapat mengingat dengan jelas ceritanya. Tapi sayang, aku
belum sempat bertanya dari mana ia mendapat cerita sebagus itu.
*****
Tidak
terasa genap dua tahun masa-masa SMA hampir berakhir. Saat ini seluruh murid
SMA Guna Bakti menyambut hari perpisahan sekolah dengan suka cita. Aku tidak
tahu apa yang mereka rasakan. Bahagiakah atau sedihkan. Bahagia karena sudah
melewati masa abu-abu putih, sedih karena akan berpisah dengan sekolah
tercinta, guru, dan sahabat-sahabat dekat. Aku pun demikian, aku bingung
mempersiapkan kata-kata perpisahan untuk sambutan terakhir perwakilan dari
kelas tiga.
“Hari
ini adalah hari bahagia sekaligus menyedihkan bagi kita semua…….sebelum aku
mengakhiri sambutan ini, aku ingin menceritakan sebuah kisah masa kecilku.
Cerita ini mengingatkan kita agar jangan menyakiti siapapun karena mungkin di
belahan dunia lain ada yang menerima akibat dari perbuatan kita. Cerita tentang
‘Ibu Jangkrik dan Sembilan Anaknya’.
Pada
zaman dahulu kala, hiduplah ibu jangkrik dengan sembilan anaknya. Setelah anak
pertama beranjak dewasa, ia pergi meninggalkan rumah dan tak kembali. Anak
kedua beranjak dewasa, ia pun pergi meninggalkan rumah dan tak kembali. Begitu
seterusnya hingga hanya tersisa anak kesembilan. Sang ibu jangkrik semakin tua
dan renta, ia bilang kepada anak yang kesembilan untuk tidak pergi seperti
saudara-saudaranya, ibu jangkrik ingin melihat anak kesembilan menikah dan
mempunyai anak. Ibu jangkrik ingin melihat cucunya untuk yang pertama kali
sebelum meninggal. Anak kesembilan menyetujui hal itu, tapi sebelumnya ia izin
kepada ibunya untuk pergi mencari suami. Maka sekarang…..’tinggallah Ibu
jangkrik seorang diri. Setiap hari Ibu jangkrik menunggu anak kesembilan
pulang, menunggunya, dan terus menunggu……”Aku melihat
cewek XL berjalan menghampiriku ke atas panggung sambil meneruskan ceritaku
hingga selesai. Ia mengusap alis tebalnya. Aku pun terus memandanginya dan ia pun
terus mengusap alisnya. Grogi.