Nyonya Topi Bundar


.





              “Pokoknya kali ini kita harus berhasil!“ kata Shima, satu-satunya cewek yang ikut dalam petualangan empat sahabat itu.
              “Iya, kemarin gara-gara kalian terlambat, semua rencana kita jadi gatot alias gagal total!” tambah Joe sambil melirik kearah si kembar Mix dan Nix yang hanya bisa tersenyum mendengar perkataan kedua temannya. Mix dan Nix adalah saudara kembar yang juga mempunyai sifat kembar, selalu telat. Mereka tidak pernah pilih acara untuk telat, dalam misi segenting apapun.
              “Rencana kita kali ini apa lagi sich, capek harus bawa barang seberat ini?” keluh Mix bersaudara sambil membawa rangsel dan menjinjing tas di tangan kanan dan kirinya. Mereka telah menyiapkan semua keperluan untuk melancarkan misi. Obeng, tali, gunting, senter, katapel hingga raket nyamuk telah masuk dalam rangsel. Bak tentara yang akan bertempur di medan perang, jauh-jauh hari mereka telah berlatih keras. Naik turun tanjakan, berguling, memanjat pohon, dan latihan fisik lainnya.
              “Itu hukuman untuk kalian karena sering terlambat,” sambung Shima menanggapi keluhan si kembar.
              “Kali ini kita akan mencoba masuk dari atap rumah.” Mereka mencoba plan B setelah sebelumnya plan A gagal.
              “Apa? maksudmu kita akan naik ke atas genting rumah?” Mix dan Nix seolah tak percaya.
              “Dulu kita sudah mencoba berbagai cara untuk bisa masuk ke rumah itu, tapi apa hasilnya, kita selalu gagal. Malahan apa kalian ingat, waktu kita mencoba baik-baik bertamu ke rumah itu, baru memencet bel rumah, anjing penjaga bergigi tajam menggonggong dengan kerasnya. Bayangkan jika taringnya mengoyak tubuh kita.”
              “Iya juga sich…….menakutkan.”
              “Ayo, sebelum kita melaksanakan misi rahasia kita untuk membongkar kejahatan Nyonya Topi Bundar, kita goyangkan kepala tiga kali kemudian toss!!” Petualangan hari itu pun dimulai. Joe berhasil naik ke atap rumah, disusul Shima yang dengan sigap berhasil menyusul Joe menaiki atap. Giliran Mix mencoba memanjat, tetapi karena badannya yang tambun, ia beberapa kali terpeleset. Akhirnya Mix menaiki punggung Nix dan meloncat ke atap rumah. Usaha mereka hampir saja berhasil, kalau tidak karena aba-aba mereka yang salah. Seharusnya dihitungan ketiga Mix meloncat, tetapi malah setelah hitungan ketiga Mix baru meloncat. Akibatnya, Mix mendarat di atap dengan dentuman keras, beberapa genteng Nyonya Topi Bundar retak parah. Seketika anjing penjaga menggonggong tanpa henti karena ada “kucing yang bisa bicara” menyusup ke dalam rumah. Lagi-lagi plan B dinyatakan gagal.
              “Sepertinya kita harus meminta bantuan orang dewasa untuk menyelesaikan misi kita.”
              “Apa kamu percaya dengan orang dewasa, mereka sering tidak mempercayai pemikiran kita, bahkan orang dewasa sering mengatakan kita hanyalah anak-anak dan akan hidup di dunia anak-anak sampai nantinya kita dewasa.“
              “Bagaimana kalau kita coba lagi besok malam, kalau perlu tengah malam saat dia sedang tertidur lelap.“
              “Iya, aku setuju. Kemarin kita melancarkan misi terlalu sore, Nyonya Topi Bundar belum tidur, sedikit suara saja dengan sigap ia menyuruh anjingnya menggonggong.” Alasan yang meyakinkan dari Mix.
              “Tumben idemu bagus, baiklah besok kita berkumpul di rumah Shima sehabis sekolah.” Keempat sahabat itu belum juga lelah untuk menyelidiki rumah Nyonya Topi Bundar. Tidak hanya sekali mereka menangkap gerak gerik mencurigakan. Mereka sudah bertetangga lama, tetapi bahkan nama saja mereka tidak tahu. Karena wanita tua itu selalu memakai topi bundar yang lumayan lebar, mereka dan semua tetangga memanggilnya Nyonya Topi Bundar. Dia jarang sekali berkomunikasi, bahkan hampir tidak pernah. Ia lebih sering keluar malam sendirian. Melakukan urusannya sendiri seperti tidak membutuhkan orang lain. Sebutan makhluk sosial tentu tidak akan berlaku untuknya.
J   
              Seragam sekolah masih melekat di tubuh-tubuh mungil, ketika mereka berkumpul di rumah Shima. Joe terlihat seperti ilmuan dengan kacamata bundarnya, Mix dan Nix dengan seragam seperti melilit tubuhnya yang berlemak, seolah seragam itu ingin mengatakan untuk meminta dipensiunkan karena kekecilan, dan Shima terlihat sedikit anggun memakai seragam, dengan rok mini sekolah menampakkan sifat perempuannya. Persahabatan diantara mereka telah terjalin sejak TK, tepatnya ketika wisata keluarga antar sekolah. Sekarang Joe dan Shima berada di kelas A, kelas dengan anak-anak IQ di atas rata-rata sedangkan Mix bersaudara berada di kelas bakat, kelas anak-anak yang unggul dibidang non akademik. Rumah mereka berjauhan, tetapi hampir setiap hari mereka bertemu untuk bermain atau sekadar membicarakan model mainan terbaru.
              “Aduh, makanan saja yang kalian urusi, pantas beberapa kali kalian memecahkan genteng Nyonya Topi Bundar dengan perut kalian yang gendut itu.” Mix dan Nix datang dengan sisa makanan di mulutnya. Pasti mereka buru-buru menghabiskan makanannya, berharap Joe dan Shima tidak mengetahuinya.
              “Heheheh….” Tanpa rasa bersalah Mix dan Nix hanya cekikian mendegar omelan Shima.
              “Tau nggak, aku habis membaca buku tentang petualangan seorang anak berusia 9 tahun. Ia berhasil menyusup ke dalam rumah seorang penyihir jahat dan menyelamatkan teman-temannya yang hendak dimakan penyihir. Bagaimana kalau kita buat rencana seperti anak itu.”
              Joe mulai menjelaskan rencana C kepada teman-temanya. Joe menyebut rencana itu sebagai “Ambil topi penyihir dan dia akan memberikan tongkatnya.” Selama ini rencana kita selalu gagal karena kita selalu menyusup, itu cara kuno. Sekarang kita harus memancing dia keluar sarang, setelah itu kita bisa masuk rumahnya dengan santai tanpa mengendap-endap. Kita bisa mengungkap kejahatan Nyonya Topi Bundar dan mendapat penghargaan. “Apakah kita bisa masuk majalah bersama bapak wali kota Sender?” Shima mulai mengigau tentang kesuksesannya di masa depan. Ia sangat berambisi menjadi wali kota. Katanya menjadi wali kota ibarat berselancar di musim kemarau. Sungguh perumpamaan yang aneh.
              “Kemarin, saat aku dan mamaku pergi ke pasar, aku melihat Nyonya Topi Bundar membawa bungkusan hitam persis seperti yang di lihat Joe beberapa hari lalu. Aku hanya berani memandangi tanpa berani menyapa. Aura misteriusnya membuat bulu kudukku berdiri,” ungkap Shima dengan nada mencekam.
              “Kira-kira apa ya isi bungkusan yang dibawa?” tambah Joe.
              “Jangan-jangan mayat hasil mutilasi, setelah dibunuh, mayatnya dipotong-potong kemudian direbus, dimakan dech.”
              “Kalian selalu saja ujung-ujungnya soal makanan, ini manusia bukan kue lemper.” Mix dan Nix selalu bersemangat ketika bercerita, bahkan mengenai hal yang tidak penting sekalipun. Sayangnya Shima dan Joe selalu tertarik dengan cerita mereka. Mix dan Nix tidak pernah memenangkan lomba olahraga ataupun olimpiade sains, tetapi mereka sangat ahli bercerita. Segala sesuatu tampak menarik ketika mereka yang bercerita.
              Joe dan ketiga sahabatnya siap beraksi. Mereka telah berdiri di depan rumah target operasi, ya Nyonya Topi Bundar. Mix dan Nix bersiap memencet bel rumah, Joe meletakkan keranjang yang berisi aneka kue lezat dan sedikit makanan anjing di depan pintu. Tak berselang lama, Nyonya Topi Bundar dan anjingnya membuka pintu rumah. Mereka berharap kue itu bisa mengalihkan perhatian Nyonya Topi Bundar. Saat itu, Joe dan Shima telah siap memasuki pintu belakang. Entah bagaimana bentuk rumah Nyonya Topi Bundar, ketika Joe dan Shima membuka pintu belakang dan melangkah, kaki mereka seolah melayang ke dalam lubang besar yang gelap, tanpa tahu kemana mereka akan berujung.
              “Bruak!!” Joe dan Shima jatuh tepat di ruang tengah, disusul Nix tak berselang lama, Mix juga ikut meluncur ke ruang tengah menimpa setumpuk barang milik Nyonya Topi Budar. Suara gaduh tak terelakkan.
              “Siapa di sana?”
              “Ti..kus…..” lagi-lagi tragedi “kucing bicara” kembali terulang. Kali ini Nix yang dengan santai menjawab. Mana ada tikus bisa bicara. Mungkin karena mereka sering memainkan pappet shop (boneka tangan) dengan cerita fabel yang memerankan karakter tokoh hewan yang bisa berbicara layaknya manusia. Dalam dunia nyata, Mix dan Nix sering mengganggap bahwa hewan mampu berbicara.
              Shima tanpa sengaja menyenggol kresek yang berisi benda tajam hingga jarinya tertusuk. Ia setengah menjerit.
              “Apa yang kalian lakukan di sini?” Tanya Nyonya Topi Bundar dengan tatapan sinis, lebih tepatnya seperti sebuah interogasi pada narapidana yang siap dihukum gantung. Nafas sesak, tak sepatah kata mampu terucapkan.
              “Em kami cuma……” Nix berusaha dengan keras menjelaskan, tetapi kalimatnya terputus.
              “Sejak kapan Nyonya membuat ini semua?” Shima memberanikan diri untuk bertanya mengenai apa yang terlihat di matanya. Apakah hanya ilusi pandangan manusia atau sebuah keajaiban.
              “Untuk apa Nyonya membuat ini semua,” sambung Joe. Malam itu, mata kami seolah melihat langsung bintang yang berjatuhan di bumi. Cahaya terang memantul-mantul dari kaca yang tertata begitu indah di rumah Nyonya Topi Bundar. Pasti butuh berhari-hari untuk menciptakan keindahan seperti yang tertangkap mata kami atau mungkin butuh puluhan tahun. Yang kami tahu, Nyonya Topi Bundar sudah tinggal di rumah itu jauh sebelum kami lahir. Mungkin ia telah menghabiskan sisa umurnya untuk membuat rumah kaca itu. Nyonya Topi Bundar melapisi hampir di semua bagian dinding dalam rumahnya dengan pecahan kaca. Ketika malam hari, kaca-kaca itu akan memantulkan cahaya menakjubkan bak kilatan emas, seperti yang kami lihat sekarang.
              “Semua ini untuk suamiku……” suaranya terdengar berat dan bergetar.
              “Bukankah suami Nyonya sudah meninggal?” tanya Mix polos.
              “Ya, ini kado untuknya….” Semua tetangga sudah mengetahui bahwa suami Nyonya Topi Bundar telah lama meninggal. Sejak saat itu, Nyonya Topi Bundar mengurung diri di rumah, hanya sesekali ia keluar untuk membeli keperluannya. Tanpa melihat atau menyapa orang di sekelilingnya. Setiap hari hanya baju hitam atau biru tua dengan topi bundarnya yang ia kenakan, seolah mengabarkan rasa berkabungnya belum usai. Ia merawat kenangannya di dalam rumah tanpa ada orang yang tahu. Apapun alasannya untuk menjalani pilihan dalam hidupnya, kami berusaha memahaminya. Malam penuh percikan cinta. Begitulah kami mengagumi kisah kesetiaan Nyonya Topi  Bundar kepada suaminya. Misi selesai.
             

                                                                                 Edc. Cerita Anak
                                                                                 Tuban, 21 Oktober 2014

Your Reply

Nyonya Topi Bundar





              “Pokoknya kali ini kita harus berhasil!“ kata Shima, satu-satunya cewek yang ikut dalam petualangan empat sahabat itu.
              “Iya, kemarin gara-gara kalian terlambat, semua rencana kita jadi gatot alias gagal total!” tambah Joe sambil melirik kearah si kembar Mix dan Nix yang hanya bisa tersenyum mendengar perkataan kedua temannya. Mix dan Nix adalah saudara kembar yang juga mempunyai sifat kembar, selalu telat. Mereka tidak pernah pilih acara untuk telat, dalam misi segenting apapun.
              “Rencana kita kali ini apa lagi sich, capek harus bawa barang seberat ini?” keluh Mix bersaudara sambil membawa rangsel dan menjinjing tas di tangan kanan dan kirinya. Mereka telah menyiapkan semua keperluan untuk melancarkan misi. Obeng, tali, gunting, senter, katapel hingga raket nyamuk telah masuk dalam rangsel. Bak tentara yang akan bertempur di medan perang, jauh-jauh hari mereka telah berlatih keras. Naik turun tanjakan, berguling, memanjat pohon, dan latihan fisik lainnya.
              “Itu hukuman untuk kalian karena sering terlambat,” sambung Shima menanggapi keluhan si kembar.
              “Kali ini kita akan mencoba masuk dari atap rumah.” Mereka mencoba plan B setelah sebelumnya plan A gagal.
              “Apa? maksudmu kita akan naik ke atas genting rumah?” Mix dan Nix seolah tak percaya.
              “Dulu kita sudah mencoba berbagai cara untuk bisa masuk ke rumah itu, tapi apa hasilnya, kita selalu gagal. Malahan apa kalian ingat, waktu kita mencoba baik-baik bertamu ke rumah itu, baru memencet bel rumah, anjing penjaga bergigi tajam menggonggong dengan kerasnya. Bayangkan jika taringnya mengoyak tubuh kita.”
              “Iya juga sich…….menakutkan.”
              “Ayo, sebelum kita melaksanakan misi rahasia kita untuk membongkar kejahatan Nyonya Topi Bundar, kita goyangkan kepala tiga kali kemudian toss!!” Petualangan hari itu pun dimulai. Joe berhasil naik ke atap rumah, disusul Shima yang dengan sigap berhasil menyusul Joe menaiki atap. Giliran Mix mencoba memanjat, tetapi karena badannya yang tambun, ia beberapa kali terpeleset. Akhirnya Mix menaiki punggung Nix dan meloncat ke atap rumah. Usaha mereka hampir saja berhasil, kalau tidak karena aba-aba mereka yang salah. Seharusnya dihitungan ketiga Mix meloncat, tetapi malah setelah hitungan ketiga Mix baru meloncat. Akibatnya, Mix mendarat di atap dengan dentuman keras, beberapa genteng Nyonya Topi Bundar retak parah. Seketika anjing penjaga menggonggong tanpa henti karena ada “kucing yang bisa bicara” menyusup ke dalam rumah. Lagi-lagi plan B dinyatakan gagal.
              “Sepertinya kita harus meminta bantuan orang dewasa untuk menyelesaikan misi kita.”
              “Apa kamu percaya dengan orang dewasa, mereka sering tidak mempercayai pemikiran kita, bahkan orang dewasa sering mengatakan kita hanyalah anak-anak dan akan hidup di dunia anak-anak sampai nantinya kita dewasa.“
              “Bagaimana kalau kita coba lagi besok malam, kalau perlu tengah malam saat dia sedang tertidur lelap.“
              “Iya, aku setuju. Kemarin kita melancarkan misi terlalu sore, Nyonya Topi Bundar belum tidur, sedikit suara saja dengan sigap ia menyuruh anjingnya menggonggong.” Alasan yang meyakinkan dari Mix.
              “Tumben idemu bagus, baiklah besok kita berkumpul di rumah Shima sehabis sekolah.” Keempat sahabat itu belum juga lelah untuk menyelidiki rumah Nyonya Topi Bundar. Tidak hanya sekali mereka menangkap gerak gerik mencurigakan. Mereka sudah bertetangga lama, tetapi bahkan nama saja mereka tidak tahu. Karena wanita tua itu selalu memakai topi bundar yang lumayan lebar, mereka dan semua tetangga memanggilnya Nyonya Topi Bundar. Dia jarang sekali berkomunikasi, bahkan hampir tidak pernah. Ia lebih sering keluar malam sendirian. Melakukan urusannya sendiri seperti tidak membutuhkan orang lain. Sebutan makhluk sosial tentu tidak akan berlaku untuknya.
J   
              Seragam sekolah masih melekat di tubuh-tubuh mungil, ketika mereka berkumpul di rumah Shima. Joe terlihat seperti ilmuan dengan kacamata bundarnya, Mix dan Nix dengan seragam seperti melilit tubuhnya yang berlemak, seolah seragam itu ingin mengatakan untuk meminta dipensiunkan karena kekecilan, dan Shima terlihat sedikit anggun memakai seragam, dengan rok mini sekolah menampakkan sifat perempuannya. Persahabatan diantara mereka telah terjalin sejak TK, tepatnya ketika wisata keluarga antar sekolah. Sekarang Joe dan Shima berada di kelas A, kelas dengan anak-anak IQ di atas rata-rata sedangkan Mix bersaudara berada di kelas bakat, kelas anak-anak yang unggul dibidang non akademik. Rumah mereka berjauhan, tetapi hampir setiap hari mereka bertemu untuk bermain atau sekadar membicarakan model mainan terbaru.
              “Aduh, makanan saja yang kalian urusi, pantas beberapa kali kalian memecahkan genteng Nyonya Topi Bundar dengan perut kalian yang gendut itu.” Mix dan Nix datang dengan sisa makanan di mulutnya. Pasti mereka buru-buru menghabiskan makanannya, berharap Joe dan Shima tidak mengetahuinya.
              “Heheheh….” Tanpa rasa bersalah Mix dan Nix hanya cekikian mendegar omelan Shima.
              “Tau nggak, aku habis membaca buku tentang petualangan seorang anak berusia 9 tahun. Ia berhasil menyusup ke dalam rumah seorang penyihir jahat dan menyelamatkan teman-temannya yang hendak dimakan penyihir. Bagaimana kalau kita buat rencana seperti anak itu.”
              Joe mulai menjelaskan rencana C kepada teman-temanya. Joe menyebut rencana itu sebagai “Ambil topi penyihir dan dia akan memberikan tongkatnya.” Selama ini rencana kita selalu gagal karena kita selalu menyusup, itu cara kuno. Sekarang kita harus memancing dia keluar sarang, setelah itu kita bisa masuk rumahnya dengan santai tanpa mengendap-endap. Kita bisa mengungkap kejahatan Nyonya Topi Bundar dan mendapat penghargaan. “Apakah kita bisa masuk majalah bersama bapak wali kota Sender?” Shima mulai mengigau tentang kesuksesannya di masa depan. Ia sangat berambisi menjadi wali kota. Katanya menjadi wali kota ibarat berselancar di musim kemarau. Sungguh perumpamaan yang aneh.
              “Kemarin, saat aku dan mamaku pergi ke pasar, aku melihat Nyonya Topi Bundar membawa bungkusan hitam persis seperti yang di lihat Joe beberapa hari lalu. Aku hanya berani memandangi tanpa berani menyapa. Aura misteriusnya membuat bulu kudukku berdiri,” ungkap Shima dengan nada mencekam.
              “Kira-kira apa ya isi bungkusan yang dibawa?” tambah Joe.
              “Jangan-jangan mayat hasil mutilasi, setelah dibunuh, mayatnya dipotong-potong kemudian direbus, dimakan dech.”
              “Kalian selalu saja ujung-ujungnya soal makanan, ini manusia bukan kue lemper.” Mix dan Nix selalu bersemangat ketika bercerita, bahkan mengenai hal yang tidak penting sekalipun. Sayangnya Shima dan Joe selalu tertarik dengan cerita mereka. Mix dan Nix tidak pernah memenangkan lomba olahraga ataupun olimpiade sains, tetapi mereka sangat ahli bercerita. Segala sesuatu tampak menarik ketika mereka yang bercerita.
              Joe dan ketiga sahabatnya siap beraksi. Mereka telah berdiri di depan rumah target operasi, ya Nyonya Topi Bundar. Mix dan Nix bersiap memencet bel rumah, Joe meletakkan keranjang yang berisi aneka kue lezat dan sedikit makanan anjing di depan pintu. Tak berselang lama, Nyonya Topi Bundar dan anjingnya membuka pintu rumah. Mereka berharap kue itu bisa mengalihkan perhatian Nyonya Topi Bundar. Saat itu, Joe dan Shima telah siap memasuki pintu belakang. Entah bagaimana bentuk rumah Nyonya Topi Bundar, ketika Joe dan Shima membuka pintu belakang dan melangkah, kaki mereka seolah melayang ke dalam lubang besar yang gelap, tanpa tahu kemana mereka akan berujung.
              “Bruak!!” Joe dan Shima jatuh tepat di ruang tengah, disusul Nix tak berselang lama, Mix juga ikut meluncur ke ruang tengah menimpa setumpuk barang milik Nyonya Topi Budar. Suara gaduh tak terelakkan.
              “Siapa di sana?”
              “Ti..kus…..” lagi-lagi tragedi “kucing bicara” kembali terulang. Kali ini Nix yang dengan santai menjawab. Mana ada tikus bisa bicara. Mungkin karena mereka sering memainkan pappet shop (boneka tangan) dengan cerita fabel yang memerankan karakter tokoh hewan yang bisa berbicara layaknya manusia. Dalam dunia nyata, Mix dan Nix sering mengganggap bahwa hewan mampu berbicara.
              Shima tanpa sengaja menyenggol kresek yang berisi benda tajam hingga jarinya tertusuk. Ia setengah menjerit.
              “Apa yang kalian lakukan di sini?” Tanya Nyonya Topi Bundar dengan tatapan sinis, lebih tepatnya seperti sebuah interogasi pada narapidana yang siap dihukum gantung. Nafas sesak, tak sepatah kata mampu terucapkan.
              “Em kami cuma……” Nix berusaha dengan keras menjelaskan, tetapi kalimatnya terputus.
              “Sejak kapan Nyonya membuat ini semua?” Shima memberanikan diri untuk bertanya mengenai apa yang terlihat di matanya. Apakah hanya ilusi pandangan manusia atau sebuah keajaiban.
              “Untuk apa Nyonya membuat ini semua,” sambung Joe. Malam itu, mata kami seolah melihat langsung bintang yang berjatuhan di bumi. Cahaya terang memantul-mantul dari kaca yang tertata begitu indah di rumah Nyonya Topi Bundar. Pasti butuh berhari-hari untuk menciptakan keindahan seperti yang tertangkap mata kami atau mungkin butuh puluhan tahun. Yang kami tahu, Nyonya Topi Bundar sudah tinggal di rumah itu jauh sebelum kami lahir. Mungkin ia telah menghabiskan sisa umurnya untuk membuat rumah kaca itu. Nyonya Topi Bundar melapisi hampir di semua bagian dinding dalam rumahnya dengan pecahan kaca. Ketika malam hari, kaca-kaca itu akan memantulkan cahaya menakjubkan bak kilatan emas, seperti yang kami lihat sekarang.
              “Semua ini untuk suamiku……” suaranya terdengar berat dan bergetar.
              “Bukankah suami Nyonya sudah meninggal?” tanya Mix polos.
              “Ya, ini kado untuknya….” Semua tetangga sudah mengetahui bahwa suami Nyonya Topi Bundar telah lama meninggal. Sejak saat itu, Nyonya Topi Bundar mengurung diri di rumah, hanya sesekali ia keluar untuk membeli keperluannya. Tanpa melihat atau menyapa orang di sekelilingnya. Setiap hari hanya baju hitam atau biru tua dengan topi bundarnya yang ia kenakan, seolah mengabarkan rasa berkabungnya belum usai. Ia merawat kenangannya di dalam rumah tanpa ada orang yang tahu. Apapun alasannya untuk menjalani pilihan dalam hidupnya, kami berusaha memahaminya. Malam penuh percikan cinta. Begitulah kami mengagumi kisah kesetiaan Nyonya Topi  Bundar kepada suaminya. Misi selesai.
             

                                                                                 Edc. Cerita Anak
                                                                                 Tuban, 21 Oktober 2014

0 komentar:

Posting Komentar