Asal Bukan "S"


.


Itu perkara mudah, seperti membalikkan telapak tangan. Mengenai sistem pemerintahan yang semakin anjlok itu sebenarnya salah siapa, pemerintah ataukah rakyat. Tidak ada yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, karena tidak adanya bukti bagi siapa untuk menyalahkan siapa. Kalaupun ada, akan sulit untuk menentukan tolok ukur kesalahan sebab saat ini kebenaran sudah menjadi hal yang subjektif.
            Jika tetap mau bersikukuh untuk mencari siapa terdakwa dalam kasus ini, dan siapa yang menjadi pahlawan, tentukanlah motif kebajikannya. Apakah sesuai dengan Undang-undang yang berlaku ataukah sekadar urusan ABS (Asal Bapak Senang). Memang, memberikan kebahagiaan bagi orang lain ialah peristiwa mulia, dilihat dari segi manapun, baik dalam kitab suci atau kitab pandangan manusia. Tapi jika diselingi senyuman dan sapaan, apalagi diselingi gerak-gerik serta gelagat yang membuat setiap orang bertanya-tanya, apakah itu tidak pantas dicurigai.
            Menilik kasus “ S” dalam rumah tangga. Ketika pada suatu saat seorang anak kecil menangis dan ternyata setelah diusut ia sedang kelaparan karena seharian sang ibu terlalu sibuk dengan pekerjaanya dikantor sehingga lupa memberi makan anaknya sendiri, lalu sang ibu segera menyuapi anaknya. Perilaku seorang ibu menyuapi anaknya tersebut ialah contoh kasus yang wajar dan tanpa diragukan lagi pasti mendapat persetujuan dari semua pihak.
            Kasus “S” yang kedua, terjadi pada pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan.  Pasangan suami istri yang tergolong baru menjalani dunia pernikahan, bagi mereka alam berserta perangkatnya seakan milik mereka berdua. Pagi, siang, sore, malam, ketika makan apapun mereka saling suap-suapan dan itu ialah perilaku yang sangat wajar, pasti semua sepakat karena dalam kasus ini tidak ada yang rugi atau untung.
            Perhatikan juga kasus “S” yang terjadi disebuah rumah yang didalamnya masih terdiri dari anggota keluarga lengkap. Berbaringlah seorang nenek tua dalam ranjang empuk tetapi harus disayangkan, dia tidak bisa menikmati hangatnya udara akibat lumpuh dan telah dimakan usia. Setiap jam makan, datanglah satu persatu anggota keluarga dengan system gilir untuk menyuapi sang nenek. Nenek begitu bahagia dengan perlakuan anak dan cucunya tersebut. Kasus semacam ini tidak dapat diragukan lagi, pasti tidak akan ada yang protes jika digologkan kedalam kasus yang wajar. Setuju.
            Masih mengenai “S”. Di suatu desa yang damai berdirilah sebuah sekolah dengan kondisi rusak disisi kanan kirinya. Murid dan guru hidup berdampingan tanpa balas pamrih. Pada suatu hari terdengar kabar bahwa salah satu murid jatuh sakit akibat rumahnya diguyur banjir dan tidak mendapatkan bantuan kesehatan. Di hari yang ditentukan, guru memberi aba-aba kepada murid yang lain untuk menjenguk si murid yang sakit. Akhirnya bertemulah murid yang sakit dengan rombongan penjenguk. Berbahagialah murid yang sakit tersebut, dibawakan buah-buahan dan bubur kacang ijo. Salah satu murid berinisiatif untuk menyuapi si murid yang sakit, maka bertambah senang hati murid yang sedang sakit itu. Sikap seperti ini ialah bentuk kasih sayang yang tercermin lewat kasus “S”. Kasus “S” yang memang wajar dilakukan setiap orang.
             “S” tidak bisa diterima jika lebih dari kejahatan. Artinya “S” menjadi batas seseorang apakah pantas disebut sebagai pelaku kejahatan ataukah tidak. Bersedihlah bagi orang-orang yang berada pada taraf ini, karena kebahagiaan yang ia dapat tidak akan bertahan sampai anak cucu. Oleh karena itu, bersiap-siaplah untuk mendapat cobaan lewat tahta yang ia pangku.
            “S” tidak bisa diterima jika kurang dari kebaikan. Maksud dari pernyataan tersebut bahwa golongan “S” hanya berkutat pada daerah minim perilaku baik. Segala yang dilakukan belum memberi pengaruh positif bagi semua orang sehingga belum layak diterima dimata masyarakat.
            Betapa mulia dan bahagianya orang-orang yang menjalani hidup dengan aktifitas “S” karena pada dasarnya “S” selalu membawa keberuntungan bagi siapa saja, baik tua-muda, kaya-miskin, atau pintar-bodoh. “S” menjaga terjalinnya hubungan yang harmonis,
            Artinya semua S bisa diterima asal bukan S (SUAP) yang bergerak dalam bidang keuangan yang mengakibatkan sistem ekonomi negara melemah.

Your Reply

Asal Bukan "S"


Itu perkara mudah, seperti membalikkan telapak tangan. Mengenai sistem pemerintahan yang semakin anjlok itu sebenarnya salah siapa, pemerintah ataukah rakyat. Tidak ada yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, karena tidak adanya bukti bagi siapa untuk menyalahkan siapa. Kalaupun ada, akan sulit untuk menentukan tolok ukur kesalahan sebab saat ini kebenaran sudah menjadi hal yang subjektif.
            Jika tetap mau bersikukuh untuk mencari siapa terdakwa dalam kasus ini, dan siapa yang menjadi pahlawan, tentukanlah motif kebajikannya. Apakah sesuai dengan Undang-undang yang berlaku ataukah sekadar urusan ABS (Asal Bapak Senang). Memang, memberikan kebahagiaan bagi orang lain ialah peristiwa mulia, dilihat dari segi manapun, baik dalam kitab suci atau kitab pandangan manusia. Tapi jika diselingi senyuman dan sapaan, apalagi diselingi gerak-gerik serta gelagat yang membuat setiap orang bertanya-tanya, apakah itu tidak pantas dicurigai.
            Menilik kasus “ S” dalam rumah tangga. Ketika pada suatu saat seorang anak kecil menangis dan ternyata setelah diusut ia sedang kelaparan karena seharian sang ibu terlalu sibuk dengan pekerjaanya dikantor sehingga lupa memberi makan anaknya sendiri, lalu sang ibu segera menyuapi anaknya. Perilaku seorang ibu menyuapi anaknya tersebut ialah contoh kasus yang wajar dan tanpa diragukan lagi pasti mendapat persetujuan dari semua pihak.
            Kasus “S” yang kedua, terjadi pada pasangan yang baru saja melangsungkan pernikahan.  Pasangan suami istri yang tergolong baru menjalani dunia pernikahan, bagi mereka alam berserta perangkatnya seakan milik mereka berdua. Pagi, siang, sore, malam, ketika makan apapun mereka saling suap-suapan dan itu ialah perilaku yang sangat wajar, pasti semua sepakat karena dalam kasus ini tidak ada yang rugi atau untung.
            Perhatikan juga kasus “S” yang terjadi disebuah rumah yang didalamnya masih terdiri dari anggota keluarga lengkap. Berbaringlah seorang nenek tua dalam ranjang empuk tetapi harus disayangkan, dia tidak bisa menikmati hangatnya udara akibat lumpuh dan telah dimakan usia. Setiap jam makan, datanglah satu persatu anggota keluarga dengan system gilir untuk menyuapi sang nenek. Nenek begitu bahagia dengan perlakuan anak dan cucunya tersebut. Kasus semacam ini tidak dapat diragukan lagi, pasti tidak akan ada yang protes jika digologkan kedalam kasus yang wajar. Setuju.
            Masih mengenai “S”. Di suatu desa yang damai berdirilah sebuah sekolah dengan kondisi rusak disisi kanan kirinya. Murid dan guru hidup berdampingan tanpa balas pamrih. Pada suatu hari terdengar kabar bahwa salah satu murid jatuh sakit akibat rumahnya diguyur banjir dan tidak mendapatkan bantuan kesehatan. Di hari yang ditentukan, guru memberi aba-aba kepada murid yang lain untuk menjenguk si murid yang sakit. Akhirnya bertemulah murid yang sakit dengan rombongan penjenguk. Berbahagialah murid yang sakit tersebut, dibawakan buah-buahan dan bubur kacang ijo. Salah satu murid berinisiatif untuk menyuapi si murid yang sakit, maka bertambah senang hati murid yang sedang sakit itu. Sikap seperti ini ialah bentuk kasih sayang yang tercermin lewat kasus “S”. Kasus “S” yang memang wajar dilakukan setiap orang.
             “S” tidak bisa diterima jika lebih dari kejahatan. Artinya “S” menjadi batas seseorang apakah pantas disebut sebagai pelaku kejahatan ataukah tidak. Bersedihlah bagi orang-orang yang berada pada taraf ini, karena kebahagiaan yang ia dapat tidak akan bertahan sampai anak cucu. Oleh karena itu, bersiap-siaplah untuk mendapat cobaan lewat tahta yang ia pangku.
            “S” tidak bisa diterima jika kurang dari kebaikan. Maksud dari pernyataan tersebut bahwa golongan “S” hanya berkutat pada daerah minim perilaku baik. Segala yang dilakukan belum memberi pengaruh positif bagi semua orang sehingga belum layak diterima dimata masyarakat.
            Betapa mulia dan bahagianya orang-orang yang menjalani hidup dengan aktifitas “S” karena pada dasarnya “S” selalu membawa keberuntungan bagi siapa saja, baik tua-muda, kaya-miskin, atau pintar-bodoh. “S” menjaga terjalinnya hubungan yang harmonis,
            Artinya semua S bisa diterima asal bukan S (SUAP) yang bergerak dalam bidang keuangan yang mengakibatkan sistem ekonomi negara melemah.

0 komentar:

Posting Komentar